Jun 24, 2016

Demi Batu-Batu

Demi batu-batu yang terdampar pada dinding kamarmu Kenanglah dan biarkan malam Kian kekal menjelma megatruh biarkan batu-batu merapal doa dengan nada sumpah serapah karena di keningmu Tertinggal sepenggal sejarah.

Biar saja darah Mengalir melintasi ngarai dan lembah di kening kepalamu penuh jelaga hitam dan pekat amarah dan sumpah serapah seperti doa-doa Tak Kenal lelah mengarungi air matamu bagai bah.

Maka jangan kau pergi dari perjamuan ini ada Secawan rindu meski berbatu tak sempat ia tuangkan pada kisahmu tubuhmu meleleh ada kenang-kenangan Lingsir dari matamu yang terusir.

Mungkin saja batu itu tetap tegar sayap-sayapnya bergelayut di langit-langit jadi se hias lukisan yang tak sempat kau bersihkan tetapi ia batu lumut nya merajah tubuh jadi epitaph berdiri di pinggir sepi.

Demi batu-batu.
Biar saja bianglala menziarahi tubuhmu jadi warna-warni langit sampai senja menitikkan air mata dan biarkan batu yang tak sempat kau kirimi doa meski sekata mengimani malam sampai kelam.

Sidoarjo hidangan kopi yang kesekian di beranda rumah 2013. R. Giryadi

Puisi-puisi ajal bebatuan

Biarkan saja batu itu tidur seperti Kepompong di ranjang berlumut. biarkan, ia mimpi tentang taman kecil. bunga bunga plastik tumbuh di tubuhnya : merebak rebak.

Sebuah taman di sudut kamar Tak terawat benar. Jangan Kau Pergi dari sudut Taman ini. di keningmu ada sungai mengalir hingga batas takdir.

Biarkan tubuhmu jadi hujan berjaga di ambang pintu Lapuk penuh mendung dan gluduk. tetapi tubuhmu batu. ajalmu mengeras. di ranjang panjang ini seperti Taman Tak terawat.

*Sidoarjo hidangan kopi yang kesekian di beranda pada Senja hari 2013. R. Giryadi